Agribusiness Online - Indonesian Agribusiness on the Net |
PRODUKSI KEDELAI NASIONAL
BELUM MENCUKUPI |
Last Update : Jumat, 24. Agustus 2001 18:21:44 |
Kacang kedele bagi industri pengolahan pangan di Indonesia
banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan tahu, tempe dan kecap. Jenis
industri yang tergolong skala kecil - menengah ini tetapi dalam jumlah sangat banyak
menyebabkan tingginya tingkat kebutuhan konsumsi kedele yang mencapai
lebih dari 2,24
juta setiap tahunnya. Padahal pada kenyataannya, kapasitas produksi
nasional tahun 2000 hanya mampu menghasilkan 1,19 juta ton dari areal
pertanaman kedele seluas 967.002 ha. Ini berarti ketergantungan akan
suplai kedele impor setiap tahunnya bisa mencapai di atas 1,16 juta ton.
Sementara tahun 1998 Indonesia mengimpor kedele sebanyak 343.124 ton.
Lonjakan importasi kedele disebabkan peningkatan konsumsi produk industri
rumahan (tahu, tempe), yang jenis makanan ini semakin banyak atau populer
digunakan sebagai substitusi untuk produk hewani pada beberapa kondisi.
Importasi kedele menghabiskan devisa sebanyak 200 - 300 juta US$
setahunnya. Ketertinggalan tersebut bukannya tidak disadari Pemerintah, yang sudah sejak tahunan lalu telah mengupayakan untuk meningkatkan produksi kedele melalui berbagai program pendekatan seperti Program Pengapuran, Supra Insus, Opsus Kedelai, dan terakhir Program Gema Palagung (Gerakan Mandiri Padi Kedelai Jagung) yaitu melalui salah satu cara dengan Peningkatan Index Pertanaman (IP) 300 Menuju Swasembada Kedelai tahun 2001. Tetapi bahkan sampai saat inipun Indonesia belum mampu melakukan swasembada kedele. Pada dasarnya peningkatan produksi belum sebanding dengan peningkatan kebutuhan. Sejak akhir Pelita V, gejala ini sudah terlihat. Produksi hanya naik 6,55 % sementara kebutuhan akan kedelai mencapai 9,55 %. Keunggulan Kedelai Begitu besarnya kontribusi kedelai dalam hal penyediaan bahan pangan bergizi bagi manusia sehingga kedelai biasa dijuluki sebagai Gold from the Soil, atau sebagai World's Miracle mengingat kualitas asam amino proteinnya yang tinggi, seimbang dan lengkap. Setiap 100 gram kedelai kering mengandung 34,90 gram protein, 331,00 kal kalori, 18,10 gram lemak serta berbagai vitamin dan mineral lainnya. Setiap 1 gram asam amino kedelai mengandung 340 mg isoleusin, 480 mg leusin, 400 mg lysine, 310 mg phenylalanine, 200 mg tirosin, 80 mg methionine, 110 mg cystine, 250 mg threonine, 90 mg tryptophane, dan 330 mg valine. Biji kedelai di Indonesia merupakan bahan baku utama untuk pembuatan tempe, tahu, taoco, kecap dan susu kedelai. Konsumsi kedelai oleh masyarakat Indonesia dipastikan akan terus meningkat setiap tahunnya mengingat beberapa pertimbangan seperti : bertambahnya populasi penduduk, peningkatan pendapatan per kapita, kesadaran masyarakat akan gizi makanan. Dibandingkan protein hewani, maka protein asal kedelai adalah murah dan terjangkau oleh kebanyakan masyarakat. Lagipula mengacu pada Pola Pangan Harapan (PPH) 2000 konsumsi kacang-kacangan masyarakat dinaikkan menjadi 35,88 gram per hari per kapita dibandingkan 13,00 gram per hari per kapita di tahun 1987 seperti yang juga dianjurkan oleh FAO. Kedele merupakan sumber protein rendah kolesterol sehingga bisa menjadi pilihan alternatip yang terandalkan di tengah merebaknya kekhawatiran akan kolesterol. Kedelai diketahui mempunyai pengaruh yang positip untuk pencegahan beberapa penyakit tertentu seperti jantung koroner dan kanker. Karena kedelai mengandung senyawa phenolik dan asam lemak tak jenuh yang keduanya berguna untuk menghalangi timbulnya senyawa nitrosamin yang menyebabkan kanker. Kedelai juga mengandung senyawa lecithin yang bermanfaat menghancurkan timbunan lemak dalam tubuh. Permasalahan Sampai saat ini Indonesia adalah pengimpor potensial untuk komoditi kedelai. Kontradiktif dengan luasnya lahan potensial untuk pertanaman kedelai. Indonesia merupakan negara ketiga terbesar dari sudut luas areal tanaman kedelai yaitu 1,4 juta ha setelah China (8 juta ha) dan India (4,5 juta ha). Dari sisi produksi kedelai, Indonesia diketahui menduduki peringkat keenam terbesar di dunia setelah AS, Brazil, Argentina, China, dan India. Peningkatan produksi kedelai selama sepuluh tahun terakhir lebih banyak sebagai kontribusi perluasan areal tanam (73 %) dan sisanya 27 % berasal dari peningkatan produktivitas. Meskipun setiap tahunnya terjadi peningkatan produksi kedelai nasional tetapi tetap tidak bisa menyusul laju permintaan kedelai dalam negeri. Salah satu penyebabnya adalah produktivitas pertanaman yang rendah yaitu hanya 1,1 ton/ha. Jauh lebih kecil hampir setengahnya jika dibandingkan dengan Brazil dan Argentina yang mampu menghasilkan di atas 2 ton kedelai per ha. Rendahnya produktivitas pertanaman kedelai bisa disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : 1. Belum populernya penggunaan benih bermutu dan bersertifikasi oleh kebanyakan petani, mempertimbangkan harga benih yang lebih mahal. Benih kedelai asal-asalan berharga Rp 1.400 per kg sebaliknya benih bersertifikasi berharga Rp 3.000 - 3.500 / kg. Melalui penggunaan benih unggul ditaksir bisa menggenjot produksi kedelai menjadi 4 ton per ha. 2. Keengganan petani untuk menggunakan hanya benih bersertifikasi lebih banyak disebabkan oleh tingkat keuntungan relatip kecil yang dirasakan oleh petani. Sehingga pertanaman kedelai lebih banyak dilakukan secara tradisional. 3. Dari luas total areal pertanaman kedelai, 60 % ditanam pada lahan sawah (baik sawah tadah hujan, sawah beririgasi semi teknis maupun sawah beririgasi teknis), dan 40 % ditanam pada lahan tegalan (lahan kering). Kedua jenis areal lahan mempunyai masalah sendiri-sendiri dalam hal ketersediaan air. Kedelai pada stadium awal pertumbuhan, masa berbunga dan pembentukan serta pengisian polong membutuhkan air yang cukup banyak. Masalah kekeringan dapat menurunkan tingkat produktivitas tanaman kedelai sampai 40 - 65 %. 4. Pengendalian hama penyakit belum baik. Terdapat 5 jenis penyakit utama yang penting yaitu busuk akar dan batang (penyebab Rhizoctonia solani) yang menyerang pada umur 10 HST, karat (penyebab Phakopspora pchyrhizi) yang menyerang pada umur 20 - 30 HST, kerdil kedelai (penyebab soybean stunt virus) menyerang pada umur 10 - 40 HST, Hawar daun bakteri (penyebab Pseudomonas syringae pv. glycinea) menyerang pada umur 40 HST dan bisul bakteri (penyebab Xanthomonas phaseoli) menyerang pada umur 20 - 30 HST. Virus yang menyebabkan penyakit mozaik dan kerdil setidaknya diketahui 8 jenis yang mengancam produksi kedelai di Indonesia. Selain menyebabkan penurunan produksi, serangan virus ini juga menurunkan kualitas biji khususnya kandungan protein dan lemak. Virus bantut kedelai (SSV = soybean stunt virus) menyebabkan penurunan produksi 41 - 71 % atau setara 600 - 1.900 kg per ha. Virus mozaik kedelai (SMV = soybean mozaic virus) yang menyerang sejak tanaman muda menurunkan produksi 50 - 90 % atau setara 1 - 1,8 kwintal per ha. Penularan virus bisa secara mekanik, melalui vektor, atau benih. Terdapat sedikitnya 19 jenis hama yang berpotensi mengancam produksi kedelai, di antaranya ulat grayak (Spodoptera litura), kutu aphis (Aphis glycine), lalat kacang (Ophiomya phaseoili), penggerek polong, kumbang kedelai (Phaedonia inclusa Stall). Kebanyakan menyerang daun, akar dan polong dan menyebabkan kerusakan fisik tanaman yang mengarah pada kematian tanaman. Bisa disimpulkan bahwa rendahnya produktivitas kedelai di Tanah Air banyak disebabkan oleh gangguan hama penyakit, kebanjiran atau kekeringan, waktu tanam yang tidak tepat dan belum sempurnanya penerapan teknologi oleh petani. Impor Kedelai Impor kedelai merupakan jalan pintas untuk memasok kekurangan dalam negeri, karena dalam beberapa hal harganya bisa lebih murah dan kualitas lebih baik (lebih besar). Bahkan sampai beberapa waktu lalu, sesuai kesepakatan dengan IMF yang tertuang dalam LoI (Letter of Intent) Pemerintah membebaskan bea masuk kedelai (BM 0 %) dan pajak pertambahan nilai (PPN 0 %) serta mengenakan pajak penghasilan (PPH 2,5 %). Tetapi kepada pihak asing dikenakan restitusi PPH apabila mengalami kerugian. Importasi kedelai di satu pihak merugikan petani karena harga komoditi cenderung melemah, tetapi pada sisi yang lain diharapkan juga bisa memacu petani untuk mengusahakan pertanaman kedelai secara efisien dan menerapkan teknologi tepat guna. Beberapa importir kedelai di antaranya Teluk Intan, Gunung Sewu, Agrokom, Cargill, dan Sekawan Makmur. Pemerintah diharapkan hingga tahun 2003 bisa menerapkan Bea Masuk Kedelai sebesar 27 % terhadap kedelai jenis HS.1201.000.1000 untuk melindungi petani kedelai nasional, seperti ditekankan oleh Menperindag beberapa waktu lalu. Beberapa negara ASEAN juga menerapkan bea masuk terhadap kedelai, misalnya Thailand menerapkan bea masuk 5 % untuk 2 jenis kedelai HS.1201.00.100 dan HS.1201.00.900. Filipina diketahui menetapkan bea masuk atas impor kedelai jenis HS.1201.00.1000. Upaya Swasembada Kedelai Intensifikasi kedelai di beberapa daerah pelaksana Intensifikasi Khusus (Insus) dapat meningkatkan produksi dari 1,2 juta ton / ha menjadi 2,0 - 2,5 ton / ha. Pada tahun 1995 / 1996 Pemerintah sudah menetapkan 10 Propinsi andalan untuk dikembangkan menjadi sentra produksi kedelai di antaranya yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Lampung, Daerah Istimewa Aceh, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Utara, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Sumatera Selatan. Sasaran areal pertanaman kedelai ditetapkan seluas 1.767.000 ha. Program ekstensifikasi masih memungkinkan pada tanah sawah berpengairan, tadah hujan dan lahan kering. Usaha pertanaman kedelai harus membangkitkan gairah petani, jika tidak kedelai hanya akan dijadikan tanaman kedua. Bahkan tidak jarang lahan pertanian berubah fungsi menjadi lahan non pertanian seperti untuk industri dan perumahan. Petani akan diuntungkan apabila menggunakan benih varietas unggul ketimbang menggunakan benih varietas lokal karena hasil produksinya bisa dua kali lipat. Petani akan lebih merasa aman berusaha, apabila pertanaman kedelai dilakukan dalam prinsip kemitraan antara petani dan pengusaha. Pihak pengusaha akan menjamin pemasaran hasil, sementara petani bisa berkonsentrasi penuh pada teknis pertanaman. Pemerintah bisa mendukung dengan memberikan iklim bersaing yang sehat antara kedelai impor dan lokal dengan tetap memberikan perlindungan yang cukup terhadap petani. |
Summary : |
Reference :
|
See Other Articles : |
This Page Has Hit Since August 2001 |
! Home
! Visit
Our Sponsors ! Ads Articles
! Ads Here ! Main
Articles ! |