Indonesian Web Site on Agribusiness Information
Agribusiness Online - Indonesian Agribusiness on the Net

Home


PERUNDANGAN


Judul Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 82/Menkes/SK/I/1996 Tentang Pencantuman Tulisan "Halal" Pada Label Makanan
Bidang Terkait Industri Pengalengan Makanan, Pemotongan Ternak, Pengolahan Makanan & Minuman, Importir Produk Makanan & Minuman
Struktur Perundangan 7 Bab, 18 Pasal, Lampiran 5 Bab
Lembaga Departemen Kesehatan
Ringkasan
Bab I Pasal 1 Ketentuan Umum
(2) Makanan Halal adalah semua jenis makanan dan minuman yang tidak menagndung unsur atau bahan yang terlarang/haram dan atau yang diolah/diproses menurut hukum Agama Islam.
Bab II Pasal 1 Label
(3) Tulisan Halal adalah tulisan yang dicantumkan pada label/penandaan yang memberikan jaminan tentang halalnya makanan tersebut bagi pemeluk Agama Islam
Pasal 2 Pada label makanan dapat dicantumkan tulisan "Halal"
Pasal 3 (1) Produkmakanan yang dapat mencantumkan tulisan "Halal" sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi : mie; bumbu masak; kecap; biskuit; minyak goreng; cokelat/permen; susu, es krim; daging dan hasil olahannya; produk yang mengandung minyak hewan, gelatin, shortening, lecithin; produk lain yang dianggap perlu. 
Pasal 4 (1) Tulisan "Halal" sebagaimana dimaksud Pasal 2 harus ditulis dengan huruf Arab dan huruf Latin berwarna hijau dengan ukuran sekurang-kurangnya Univers Medium Corps 12 disertai tanda pengenal di dalam suatu garis kotak yang berwarna hijau seperti contoh berikut : 
(2) Tulisan sebagaimana dimaksud ayat (1) direkatkan pada wadah atau bungkus yang sesuai sehingga tidak mudah dilepas.
Pasal 5 Produsen atau importir yang mencantumkan tulisan "Halal" harus bertanggung jawab terhadap halalnya makanan tersebut.
Bab III Pasal 6 Permohonan Persetujuan
(1) Pencantuman tulisan "Halal" pada label makanan hanya dapat dilakukan setelah memperoleh persetujuan dari Direktur Jenderal
(2) Untuk memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (1) produsen atau importir harus mengajukan permohonan.
Pasal 7 (1) Persetujuan pencantuman tulisan "Halal" sebagaimana dimaksud Pasal 6 hanya diberikan kepada produk makanan yang telah terdaftar pada Departemen Kesehatan. 
(2) Tata cara pengajuan permohonan persetujuan ditetapkan oleh Direktur Jenderal. 
Pasal 8 Produsen atau importir yang akan mengajukan permohonan pencantuman tulisan "Halal" wajib siapdiperiksa oleh petugas yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal.
Pasal 9 Bahan baku, bahan tambahan makanan, bahan penolong, dan atau produk jadi wajib diuji di laboratorium yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pasal 10 (1) Pemberian persetujuan pencantuman tulisan "Halal" diberikan setelah dilakukan penilaian oleh Tim Penilai.
(2) Tim Penilai sebagaimana dimaksud ayat (1) ditunjuk oleh Direktur Jenderal yang terdiri dari unsur Departemen Kesehatan dan Departemen Agama.
Pasal 11 (1) Hasil penilaian Tim Penilai disampaikan pada Dewan Fatwa untuk memperoleh persetujuan atau penolakan.
(2) Permohonan yang telah memperoleh persetujuan diberikan Surat Keterangan "Halal".
Pasal 14 (1) Persetujuan dapat dicabut apabila : a. atas pemintaan pemohon; b. pemohon melanggar Pasal 3; c. hasil produksi tidak memnuhi syarat lagi.
(2) Persetujuan batal apabila : a. tidak melakukan pembaruan surat persetujuan; b. makanan tidak diproduksi lagi.
Bab IV Pengawasan
Bab V Pasal 16 Sanksi
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam keputusan ini dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan atau Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
(2) Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam KUHP dan atau Undang-undang No. 23 Tahun 1992, pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenakan sanksi administratif.
Bab VI Ketentuan Peralihan
Bab VII Penutup
Ditetapkan tanggal 24 Januari 1996

Judul Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 745/KPTS/TN.240/12/1992 Tentang Persyaratan Dan Pengawasan Pemasukan Daging Dari Luar Negeri
Bidang Terkait Importir Daging Olahan/Kalengan, Daging Beku, Karkas
Struktur Perundangan 4 Bab, 27 Pasal
Lembaga Departemen Pertanian dan Kehutanan
Ringkasan
Bab 1 Pasal 1 Ketentuan Umum
(c) Penyakit hewan menular utama adalah penyakit-penyakit yang mempunyai daya penularan cepat dan berdampak sosial ekonomi atau yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat yang serius serta merupakan penyakit yang penting di dalam perdagangan hewan serta bahan asal hewan secara internasional ;
(d) Kesehtan Masyarakat Veteriner yang disingkat Kesmavet adalah segala urusan yang berhubungan dengan hewan dan bahan yang berasal dari hewan yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kesehatan manusia ; 
Pasal 2 (1) Pemasukan daging dapat dilakukan oleh importir umum sepanjang memenuhi ketentuan mengenai jenis dan kualitas, persyaratan teknis penolakan penyakit hewan dan kesehatan masyarakat veteriner sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, persyaratan keamanan dan ketentraman batin konsumen.
(2) Importir dan/atau pengedar daging asal luar negeri, harus mencegah kemungkinan timbul dan menjalarnya penyakit hewan yang dapat ditularkan melalui daging yang diimpor dan/atau diedarkannya, serta ikut bertanggung jawab atas keamanan dan ketentraman batin konsumen. 
Bab II Pasal 3 Syarat Pemasukan Daging
Pemasukan daging harus memenuhi persyaratan teknis yang terdiri dari persyaratan : a. negara asal; b. rumah potong asal daging; c. kualitas daging; d. cara pemotongan; e. pengemasan; f. pengangkutan, dan disertai surat keterangan kesehatan dan dokumen lainnya dari negara asal.
Pasal 4 Daging asal luar negeri, harus berasal dari suatu negara yang :
a. sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan terakhir dinyatakan bebas dari penyakit hewan menular utama Mulut dan Kuku (Foot and Mouth Disease) dan Rinderpest;
b. dalam waktu 3 (tiga) tahun terakhir secara berturut-turut, negara tersebut tidak melakukan vaksinasi terhadap penyakit hewan menular utama Mulut dan Kuku dan Rinderpest;
c. telah memiliki sistem pengawasan kesehatan daging baik di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) maupun dalam peredaran sekurang-kurangnya memenuhi standar dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Pasal 5 (1) Pemasukan daging babi, di samping harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, negara asal daging yang bersangkutan harus :
a. sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan terakhir telah dinyatakan bebas dari penyakit Swine Vasicular Disease, Teschen Disease, dan African Swine Fever ;
b. berasal dari suatu peternakan yang sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan terakhir sudah dinyatakan bebas dari Transmisible Gastro Enteritis (TGE), Trichomosis dan Cysticercosis.
(2) Pemasukan daging unggas selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, negara asal daging unggas yang bersangkutan harus sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari terakhir dinyatakan tidak sedang mewabah penyakit Fowl Plague.
(3) Pemasukan daging itik, di samping harus memenuhi persyaratan sebagaimana tersebut dalam ayat (2), daging itik yang bersangkutan harus berasal dari suatu peternakan yang dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari terakhir telah dinyatakan bebas dari penyakit Duck Viral hepatitis dan Duck Viral Enteritis.
Pasal 6 Daging asal luar negeri harus berasal dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH) yang berada di bawah pengawasan Dokter Hewan yang berwenang di negara asal, dan RPH tersebut telah diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia yang sekurang-kurangnya setera dengan standar RPH kelas A di Indonesia. 
Pasal 9 Daging asal luar negeri harus dikemas, dan kemasan daging tersebut harus :
1. asli dari negara asal dan diberi segel; 
2. mencantumkan Nomor Kontrol Veteriner;
3. mencantumkan tanggal pemotomgan;
4. mencantumkan jenis dan kualitas, daging dan peruntukkannya.
Pasal 10 (1) Daging asal luar negeri harus diangkut secara langsung dari negara asal ke pelabuhan tujuan pemasukan di Indonesia, dan tidak boleh diturunkan di negara transit.
(2) Pemasukan daging dengan cara transit di atau reekspor melalui negara lain, dapat disetujui dengan pertimbangan khusus, setelah diadakan penilaian dan pengamanan terlebih dahulu, serta tidak bertentangan dengan Pasal 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9 Surat Keputusan ini. 
Pasal 11 (1) Daging asal luar negeri yang diangkut dengan kontainer, maka kontainer tersebut harus disegel oleh Dokter Hewan yang berwenang dan segel tersebut hanya dapat dibuka oleh Petugas Karantina Hewan pada tempat pemasukan.
(2) Daging yang mempunyai Sertifikat Halal tidak boleh dicampur dalam satu wadah atau kontainer dengan daging yang tidak mempunyai Sertfikat Halal.
(3) Selama dalam pengangkutan, temperatur dalam kontainer atau alat angkut harus dijaga stabil, untuk daging segar berkisar antara 0 oC sampai dengan 4 oC, dan untuk daging beku berkisar antara 18 oC sampai dengan 22 oC di bawah nol.
Bab III Pasal 13 Tata Cara Pemasukan Daging
(2) Direktur Jenderal Peternakan melakukan penilaian terhadap situasi penyakit, sistem pengawasan kesehatan dan tata cara pemotongan daging, RPH dan Perusahaan Pengolahan Daging di negara atau bagian suatu negara asal daging, serta jenis, kualitas, dan peruntukan daging yang akan dimasukkan dari luar negeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia.
(4) Untuk keperluan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), importir mengajukan permohonan rencana pemasukan daging secara tertulis kepada Direktur Jenderal Peternakan dengan mencantumkan Negara Asal, nama, Alamat, dan Nomor Kontrol Veteriner RPH atau Perusahaan Pengolahan Daging, tujuan daerah pemasukan, jenis dan peruntukan, serta jumlah dan rencana pemasukan daging serta melampirkan data perusahaan dan data teknis yang dipersyaratkan.
Pasal 14 (1) Direktur Jenderal Peternakan setelah menerima permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 ayat (4), paling lama dfalam waktu 14 (empat belas) hari telah memberikan jawaban yang berupa penolakan atau persetujuan.
(2) Dalam hal Direktur Jenderal Peternakan menyetujui permohonan pemasukan daging tersebut pada ayat 91), maka Direktur Jenderal Peternakan menerbitkan surat persetujuan pemasukan berdasarkan permohonan yang ada, rencana pemasukan dalam kurun waktu tertentu dan mencantumkan persyaratan kesehatan atau kewajiban lain yang harus dipenuhi oleh importir.
(3) Dalam hal Direktur Jenderal Peternakan menolak permohonan pemasukan daging dari luar negeri, maka Direktur Jenderal Peternakan menerbitkan surat penolakan pemasukan dengan mencantumkan alasan-alasan penolakannya.
(4) Tembusan surat persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud ayat (2) dan ayat (3) disampaikan kepada Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kepala Dinas Peternakan Propinsi Dati I setempat, Kepala Pusat Karantina Pertanian, dan Kepala Karantina Hewan setempat. 
Bab IV Pengawasan Peredaran Daging Asal Luar Negeri
Bab V Penutup
Ditetapkan tanggal 30 Desember 1992

Judul Surat Keputusan Menperindag No. 199/MPP/Kep/6/2001 Tentang : Prosedur Penyelenggaraan Pameran Dagang, Konvensi, dan Seminar Dagang.
Resume Isi Penyelenggaraan skala internasional atas pameran dagang, konvensi, dan seminar dagang cukup mendapatkan ijin atau persetujuan dari Dirjen Perdagangan Dalam Negeri.

Penyelenggaraan skala nasional mendapatkan persetujuan dari Gubernur,dan skala lokal dikeluarkan oleh Bupati / Walikota,

Instansi Terkait yaitu Ditjen Imigrasi, Kejaksaan Agung, Kepolisian atau Bea Cukai akan memperoleh tembusan sebagai pemberitahuan kegiatan atau permintaan bantuan dan klarifikasi. 

Tema pameran atau jenis produk yang sama apabila diselenggarakan di lokasi atau jeda waktu yang berdekatan tidak akan diberikan persetujuan oleh Pemerintah.    
Bidang Terkait Industri Pameran 
Lembaga  Departemen Perdagangan
Tanggal Ditetapkan 19 Juni 2001



This Page Has       Hit  Since August 2001


 ! Home Visit Our Sponsors Ads Articles Ads Here  ! Main ArticlesDirectory  !